Masyarakat bergotong royong membersihkan jalan Lintas desa dan selokan yang tengah tersumbat rumput di desa Kalensari, Kecamatan Widasari kabupaten Indramayu, Jawa Barat. (villagerspost.com/abu zaed al ansori)

Masyarakat bergotong royong membersihkan jalan Lintas desa dan selokan yang tengah tersumbat rumput di desa Kalensari, Kecamatan Widasari kabupaten Indramayu, Jawa Barat. (villagerspost.com/abu zaed al ansori)

Indramayu, Villagerspost.com – Kebersihan diyakini umat Islam sebagai bagian dari iman. Sayangnya, keimanan saja ternyata tak cukup untuk menggerakkan masyarakat untuk bisa bergotong-royong menjaga kebersihan desa. Persoalan semacam inilah yang sempat dialami Kuwu atau Kepala Desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Indramayu, Jawa Barat, H. Masroni.

Sebagai pimpinan desa, Masroni sudah merencanakan program resik desa alias bersih desa sebagai salah satu program andalannya. “Tujuannya adalah untuk menjaga kebersihan lingkungan desa tetap indah, nyaman dan sedap dipandang,” katanya kepada tim redaksi Desa Kalensari, Minggu (31/7).

(Baca juga: Meraup Rupiah dari Halaman Rumah Lewat Budidaya Caisim)

Sayangnya, meski telah direncanakan dengan baik sejak tahun 2008 lalu, namun antusiasme warga untuk terjun dalam program resik desa yang dilaksanakan setiap pekan sekali itu, tak cukup optimal. Saban kali kegiatan dilakukan, yang turun kebanyakan hanya pamong desa dan tokoh masyarakat.

Masyarakat lainnya termasuk anak muda, lebih suka bersikap pasif. “Dari tahun ke tahun sehingga sampai saat ini susah sekali untuk membangun kesadaran masyarakat untuk gotong royong, kerja bakti dan swadaya masyarakat,” keluh Masroni.

Tak kehabisan akal, mulai tahun 2015, Masroni mencoba menyiasati program resik desa itu dengan pola padat karya yang dananya disediakan dari alokasi dana desa. Dengan cara itu, sejak awal tahun ini, masyarakat yang diterjunkan dalam program bersih-bersih alias resik desa dibayar sesuai dengan kerja mereka.

“Zaman sekarang gotong royong dan swadaya masyarakat itu susah karena orentasi masyarakat pada saat ini adalah duit oleh karena itu kami coba untuk mensiasati dalam program padat karya setiap kebersihan desa, gotong royong dan swadaya masyarakat kita bayar yang sumber dananya dari ADD,” terang Masroni.

Saban pekan, warga bergiliran membersihkan jalan desa, jalan lintas desa, limbah rumah tangga, hingga saluran irigasi desa. Menjaga kebersihan saluran irigasi ini memang penting, lantaran masyarakat dari desa sekitar masih kurang kesadarannya dan masih ada yang suka membuang sampah di saluran irigasi.

Mereka tidak menyadari, sampah yang menghambat irigasi ini membawa dampak yang luar biasa. Sunarji (50), salah seorang petani Kalensari yang sawahnya terkena dampak penyumbatan irigasi oleh sampah mengatakan, di musim musim penghujan, irigasi air yang tersumbat sampah mengakibatkan tumpahnya air ke lahan sawah dan mengakibat banjir. “Kalau di musim kemarau, air tersumbat tidak dapat mengalir ke sawah,” katanya.

Selama ini, sampah kiriman dari desa lain dan sampah rumah tangga yang dibuang oleh masyarakat sekitar menjadi salah satu faktor penyebab pendangkalan irigasi air yang ada di desa Kalensari. Karena itu, perbaikan irigasi juga masuk program resik desa.

Dalam program resik desa yang dilakukan Minggu (31/7) kemarin, mulai terlihat antusiasme warga untuk ikut terjun. Adanya insentif dari dana desa, membuat masyarakat berduyun-duyun untuk mendaftarkan diri menjadi peserta program resik desa. Tak hanya warga, para remaja yang tergabung dalam Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) dan bersama mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) dari universitas Wiralodra Indramayu, ikut turun tangan membantu warga.

Meski begitu, Masroni mengatakan, program ini memang masih perlu perbaikan lebih lanjut. “Dalam kegiatan resik-resik desa masih ada kendala untuk menginformasikan dan mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam acara tersebut, karena masyarakat masih menginginkan didatangi dan diajak dari rumah ke rumah,” katanya.

Di sisi lain, dari pihak desa tidak mungkin mendatangi dari rumah kerumah karena pamong desa kekurangan tenaga untuk melakukan itu. Kendala ini coba diatasi lewat pengumuman dari pengumuman lewat pengeras suara di masjid, namun itu juga masih kurang efektif.

“Masyarakat masih merasa malu untuk bergabung karena merasa tidak biasa bergabung dengan kegiatan-kegiatan tersebut jadi kami dari pamong desa mencoba merubah perilaku yang tidak biasa menjadi biasa. Itu membutuhkan waktu, oleh karena itu butuh pendekatan yang lebih lagi dengan masyarakat agar masyarakat menjadi terbiasa untuk bergabung dalam kegiatan sosial apapun,” lanjut Masroni.

Sementara ini, pengumuman untuk menggerakkan masyarakat desa masih dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan yang diumumkan lewat masjid. Ke depan, harapanya masyarakat akan diundang secara tertulis. “Karena biasanya masyarakat jika diundang secara tertulis dan dibagikan undangan tiap RT baru setelah itu diumumkan di masjid warga akan datang,” terang Masroni.

Cara ini sudah dicoba dan efektif. Contohnya, seperti pada kegiatan gropyokan tikus yang pernah diadakan pemerintah desa bersama masyarakat setempat. Hasilnya, masyarakat yang diundang semuanya hadir ke lahan persawahan yang telah ditentukan.

Upaya menggerakkan masyarakat untuk terjun dalam program resik desa lewat penganggaran dana desa ini diapresiasi warga. Didi Suaedi (38) yang selama ini menjadi petugas kebersihan pengangkut sampah rumah tangga berharap, lewat program ini, pamong desa bisa menjadi contoh bagi masyarakat sekaligus pelopor kegiatan bersih desa.

“Saya berharap masyarakat juga tergerak membersihkan lingkungan minimal dari pekarangan rumah masing-masing agar lingkungan pekarangan bersih dan indah,” katanya. (*)

Laporan: Abu Zaed Al Ansori dan tim jurnalis desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Indramayu, Jawa Barat.